Lima organisasi profesi dokter meluncurkan konsensus mengenai Peningkatan Kesadaran dan Pencegahan Medical Adhesive Related Skin Injury (MARSI). Kelimanya adalah Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI); Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (Perdici); Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan kelamin Indonesia (Perdoski); Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Konsensus digelar untuk memperbaiki kondisi MARSI di Indonesia. MARSI atau cedera kulit akibat perekat medis/plester nyatanya kerap terjadi, namun belum terdefinisi dan kurang mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan di Indonesia.
Melihat tantangan kesehatan ini, kelompok kerja ahli ini melakukan inisiatif untuk merumuskan konsensus yang berfokus pada peningkatan kesadaran dan pencegahan terkait MARSI. Konsensus MARSI menekankan beberapa hal penting meliputi definisi MARSI, pengkajian faktor risiko, pengamatan berkala untuk identifikasi dini, memilih perekat medis yang sesuai, teknik melepas dan memasang perekat medis/plester, serta rekomendasi terbaik akan pencegahan MARSI. Hasil konsensus ini merupakan langkah penting dalam meningkatkan kualitas perawatan pasien.
MARSI terjadi akibat penggunaan perekat medis/plester yang kurang tepat sehingga berdampak signifikan terhadap keselamatan dan kenyamanan pasien, seperti kerusakan permukaan kulit yang menimbulkan rasa nyeri, infeksi, perluasan luka, dan lambatnya penyembuhan luka. Dampaknya pun akan lebih parah jika dialami kelompok pasien dengan faktor risiko. Komplikasi MARSI juga memberikan beban finansial tinggi akibat kebutuhan pelayanan tambahan dan perawatan luka yang lebih lama. Usai Pelatihan di LPK Gewel Batam, Pemko Pariaman Kirim 4 Orang Tenaga Kerja ke Korea Selatan
Kendalikan Harga Bawang di Banjarmasin, Pemko Kerjasama dengan Brebes Banjarmasinpost.co.id 185 ASN di Batanghari Mengajukan Pensiun, Terbanyak Tenaga Guru Diadukan Kades se Kecamatan, Eddy Saputra Siregar Kini Dipindahtugaskan ke Dinas Perikanan Halaman all
Rencana Penghapusan Tenaga Honorer di Penajam Paser Utara Cedera Kulit Berisiko Turunkan Kualitas Hidup Pasien, Begini Upaya Mitigasi 5 Organisasi Profesi BREAKING NEWS: Anies Baswedan Diadukan ke Bareskrim Polri Buntut Gunakan Akronim %27Amin%27
Dalam meningkatkan kesadaran dan pencegahan MARSI, Essity Indonesia, perusahaan global di bidang hygiene dan kesehatan mendukung penuh peluncuran konsensus ini. “Saya sampaikan apresiasi yang tinggi dan mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh PABI, Perdici, Perdoski, Pergemi, IDAI dalam kelompok kerja ahli ini. Konsensus ini merupakan inisiatif baru dan belum pernah ada di Indonesia,” kata Commercial Director Essity Indonesia Gustavo Vega dari keterangan tertulis, Senin (25/9/2023). Gustavo mengatakan, ini menjadi langkah penting dalam merekomendasikan kebijakan dan protokol perawatan luka yang terbaik bagi pasien.
Semua upaya ini selaras dengan tujuannya, yaitu mendobrak hambatan untuk kesejahteraan (Breaking barriers to well being). Permasalahan MARSI ini berakar karena sejak awal, MARSI belum didefinisikan dengan baik. Terbukti dari masih banyaknya ditemui kasus luka akibat perekat medis. Dalam praktik sehari hari, pemilihan perekat medis/plester seringkali tidak melalui pengkajian risiko, sehingga pasien yang memiliki kondisi kulit tertentu bisa saja mengalami infeksi tambahan setelah perawatan.
Protokol yang sesuai mengenai cara memilih, memasang ataupun melepas perekat medis yang menjadi praktik sehari hari bahkan belum terdapat acuan bakunya. Dr. Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS, perwakilan dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) menjelaskan, Konsensus ini dibuat untuk menjadi rekomendasi dalam peningkatan kesadaran dan pencegahan MARSI bagi para tenaga kesehatan. Termasuk, dorongan bagi para pemangku kebijakan dan organisasi profesi untuk bersama sama menjaga integritas kulit termasuk menyediakan alternatif perekat yang aman untuk pencegahan MARSI yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.
Pada praktiknya, sering ditemui kondisi kulit pasien seperti lecet, melepuh, atau kulit pasien terkelupas ketika plester dilepaskan. Tanpa penanganan yang tepat, kondisi kulit tersebut dapat berisiko menimbulkan infeksi atau penyakit lainnya. “MARSI bisa menjadi beban ekonomi tersendiri bagi pasien karena harus mengeluarkan biaya lebih, serta menambah waktu pengobatan maka tenaga kesehatan harus dibekali dengan pengetahuan terkait perekat medis yang sesuai dengan kebutuhan pasien berisiko untuk mencegah MARSI,” ujarnya. MARSI dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Menurut observasi yang telah dilakukan PABI, 32 dari 36 pasien (88,88 persen) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit yang mengganggu, dan enam di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.
Mereka yang memiliki faktor risiko terkena MARSI adalah pasien lanjut usia, pasien pediatrik, pasien ICU, dan pasien yang telah menjalani pembedahan. Masih sedikit rumah sakit yang memiliki Standard Operational Procedures (SOP) untuk MARSI. “Dengan demikian, jelas bahwa konsensus MARSI ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pasien risiko tinggi,” kata dr. Heri. Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An, KIC, KAR, M.Kes, selaku perwakilan dari Perdici menambahkan, dalam survei sederhana yang dilakukan pada 59 anggotanya ditemukan tipe MARSI tertinggi pada pasien di ICU adalah dermatitis iritan kontak sebanyak 47,3 persen dan dermatitis alergi sebanyak 30,9 persen. Di ICU, masalah MARSI dan komplikasinya kerap ditemui.
Pada jurnal penelitian menemukan bahwa prevalensi MARSI di ICU hingga 42 persen. Pasien dengan penyakit kritis di ICU rentan terhadap MARSI karena berbagai faktor, di antaranya adalah kondisi umum mereka yang sehari hari terkena paparan yang tinggi terhadap perekat medis, malnutrisi, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ, edema, kelainan kulit. Dalam proses pengobatan, pasien di ICU biasanya membutuhkan berbagai perangkat medis untuk pemantauan, diagnosis, dan pengobatan.
Misalnya kateter urin, enteral, dan vaskular adalah perangkat medis yang paling banyak digunakan, yang memerlukan penggunaan perekat medis / plester, dimana dalam prosesnya selalu diganti secara berkala. Sedangkan dr. Tartila, Sp.A(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, kulit anak anak cenderung masih rentan dan sensitif mengakibatkan berisiko tinggi terkena MARSI. Berdasarkan survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia ditemukan MARSI sebesar 12 persen dari total 77 pasien. “Suatu studi menunjukkan bahwa prevalensi MARSI di Pediatric ICU sebesar 23,5 54 persen akibat penggunaan plester untuk fiksasi selang napas Untuk itu, kami menekankan pentingnya perhatian yang cermat oleh tenaga kesehatan pada anak anak dengan faktor risiko yang teridentifikasi seperti usia, durasi rawat inap yang lama, edema, infeksi, atau pembedahan,” tuturnya.
Laporan reporter Fitriyandi Al Fajri | Sumber: Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.